Perbincangan Jalan Pulang
pada perbincangan dan jabat jiwa yang hangat
kau hantarkan aku pada potret kelak
yang kan memebuat puisiku semakin hangat dan menyengat
ceritakan perjalanan
sambil merekam detak gelisah jantung bumi
malam semakin gelap
bias-bias pepohonan dalam gelap malam
berbaris menjaga lengang di balik jendela
kata-kata terus kau urai
meregut mimpi-mimpi yang hampir lupa
sebelum larut pada waktunya
jalanan ini begitu melelahkan
tetapi kau masih sedia mengerakkan lamunanku
waktu masih milik kita
menjemput potret kelak yang kau janjikan
mendenyutkan nadi yang hampir melemah
perbincangan semakin berkelebat
membabat malam yang mengalir di atas roda
menyebrangi embun yang begitu deras ke bumi
sampai pada tempatku terlelap
Padang, 2008
malam larut dalam raut sepi wajah jalanan
tak kutemukan kepingan wajahmu yang dulu kujumpai
saat kau merajang wajahku dalam geliat yang kau tutupi
dalam tenang danaumu
aku menimbang detak-detak kasmaran
yang mengupas kharismaku
kau berkelebat dalam sapa
memberi jejak dalam pengalaman jiwa
yang melalaikan nyawa
kini bintik-bintik kelam menusuk rongga tubuhku
menutupi tirai mata pada genangan hujan
kau tak mengenangku lagi dalam sebentuk keutuhan
yang kau ucap dari hatimu
dan kini kau berhati-hati meniti kematianku
kau metik bunga di hatiku
dan menancapkannya di lekuk tubuhku
dan menjadi badai di hatimu
Padang, 2008
teronggok indah dandanan pencipta
kini semakin cantik
oleh kekokohan gedung-gedung kaca
wangi semen dan knalpot semakin berbisa
karna pohon tak lagi punya akar untuk menginap
anak anak sibuk berfantasi pada playstation
yang dipetakan oleh jepang
berterima-kasihlah padanya
karena menyadarkan ibu pada kue padamaran
selalu setia pada pameran budaya
dan mengajak kita melihat sejarah tempe
diselipkan di kimononya
ketika menjajah negeri ini
kotaku penuh dengan estalase amerika
yang menemani langkah kita pulang
melupakan rumah adat yang tak mampu menjaga zaman
Muara Tebo, 2008
Mengembalikan Hati
ketika burung elang merajang awan senja
menjemput malamku lagi
menjadikan sapa embun yang berdiri
pada huruf-huruf sunyi
dan menyembunyikan semerbak sari kata-kata angin di hatiku
kulukis dingin itu ketika wajah bulan retak
bersama lekuk tubuh malam
yang dijarah jarum jam di dindingmu
menjadi batu
beberapa lembar kabut membungkus rapat
desir-desir suaraku daam lembahmu
dan awanpun bergelimangan di wajahmu
menutup rinduku
Padang, 2008
Mempelajari Rupamu
aku melihat sepotong wajah menyapaku dakam angan
aku melihat matanya menyelinap dalam kepalaku
aku menedengar sebait puisi yang kau musikalisasikan di telingaku
aku membaca kalimat kalimat di wajahmu
dan
aku gambarkan kau dalam rupa yang kupadukan dalam rasa yang panjang
apakah kau hari untukku
atau air mata yang kan menjadi embun dalam kelam
apakah benar terkadang matahari tak setia
Padang, 2008
Lengang Senja
senja yang lengang di keramaian waktu dan rindu
pandanganku tetuju pada indah bulan
tertampung di kolam matamu
aku melihat ada angsa berenang dengan anggun
jenjang lehernya begitu pasti menjawab sunyi
senja semakin lengang
ia pun menepi
kolam di matamu mengering bersama waktu
mengenang mimpi yang terusik riak
senja lengang di keramaian waktu
tetapi seperti tak berpihak
karna awan hitam
Jambi,2008
Kubaca Rindu di Matamu
aku melihat sepotong wajah menyapa dalam angan
aku menjumpai sepasang mata menyelinap dalam kepalaku
aku mendengar berbait-bait puisi yang kau musikalisasikan di telingaku
aku membaca kalimat-kalimat di wajahmu
dan
aku gambarkan kau dalam rupa yang kupadukan dalam rasa yang panjang
Muara Tebo, 2008
Aku Ingin Jadi Pengantinmu
jika sampai waktuku
aku ingin jadi pengantinmu
kau sambut aku dalam paras cahaya yang anggun
aku ingin jadi pengantinmu yang cantik
memakai gaun abadi tanpa janji dunia lagi
yang kan membuatku lelap di taman hatimu nanti
pada bening hati
menjumpaimu dalam sanding yang panjang
cumbulah aku lembut
rayulah aku dalam maha kasihmu
karna nafasku milikmu
abdiku adalah perintah bagimu
kutabung rindu untukmu
pada saat sampai waktuku
sempatkan aku mencukupi malamku yang terbuang
oleh kematian tanpa pujian untukmu
aku ingin mengenalmu, sungguh
membayar sesal yang tak berilmu memujamu
yang pasti hanya namamu yang kutahu
kau yang maha besar
kumasuki pintu hatimu
Muara Tebo, 2008
Danau Kembar
(alahan panjang)
tak habis angan di mataku
untuk terus memandangi keanggunanmu
wajahmu yang begitu indah
sebuah keutuhan kecantikanmu
tak habis kata-kataku memuja kecantikanmu
parasmu begitu berkilau bertaburan
di permukaan riak kecil senyummu
matahari membelai seperti butiran kristal
berkilau dari keanggunan hati penciptamu
bukit-bukit menjulang menjagamu
pohon pinus mengipasi wajahmu
makin sempurna dengan udara yang membuat kau ada
kulepaskan pandanganku untukmu
mengobati lelah yang sering singgah
kau begitu mempesona
lelapkanlah wajahmu dalam paru-paruku
menembus jantung yang semakin lelah
buailah mimpi-mimpi terus hadir di parasmu
sebelum kabut dari perbukitan itu menguasaimu
Alahan Panjang, 2008
Cantik Hatimu
alangkah agung langkahmu menyelusuri hari
hingga langitpun tersenyum menatapmu
dengan aroma bunga
dihiasi oleh warna warni kupu-kupu
berterbangan dalam fikirannmu
dari riak jiwamu yang mempesona
hari selalu setia menjumpaimu
berama binar-binar gairah pesonamu
terus memberi cahaya kehidupan
di bumi
dari rahim sucimu
Muara Tebo, 2008
Tentang Lelaki Itu
aku ingin membakar pikiranku
tentang lelaki yang merampas denyut jantungku
pada serpihan serpihan kisah
dalam asinnya waktu yang menjadi garam
tapi harum ruang hati terus membias
mengalir ke seluruh tubuhku
serta ia menjilati air mataku
yang mengalir di baris almanak bulu mataku
ia memandangku dan terus bekerja dalam nyawaku
tetapi juga melepas huruf-huruf santun dalam tubuhku
aku mencatat kata-kata pada tubuhku kembali
membersihkan waktu
bersama awan yang sering memucat dan hitam
jangan kau sentuh malam pada tubuhku
tetapi lukislah pada sebentuk keutuhan
Muara Tebo, 2008
Keraguan
apakah kau hari untukku
atau hanya air mata yang menjadi embun dalam kelam
dan apakah benar
terkadang matahari tak setia
jarum jam seakan kabur dan fana
menyusup pada kelam
mungkin kita telah kehilangan mimpi
tanpa puisi yang kan kita tabur di tubuh kita
Muara Tebo, 2008